Review Buku: Other words for home by Jasmine Warga
What does it feels leaving your town moving into a whole different environment? Stand among different identities, stumbled upon whether it's right to call new place as home?
Welcome to Jude's life in other words for home
Jude, remaja perempuan asal Syria. Punya teman baik bernama Fatimah yang sama-sama doyan nonton film. Kesukaannya ini ngebuat dia dan Fatimah teman dekatnya
bercita-cita untuk jadi bintang film di kemudian hari. Mereka hobi nyari facial
feature artis yang sama kaya mereka berdua, which is cute? Aku dulu juga gitu
sih, kalo ada film yang karakternya bagus nyari bagian mana yang mirip sama
wajahku atau enggak sifatku. Fatimah has Sandra Bullock dark eyes, meanwhile
Jude owned Julia Robert big mouth.
Issa,
abang Jude juga punya ketertarikan yang sama ke film. Dia malah doyan karaokean
sampe-sampe Baba cuma melengos tiap liat Issa nyanyi, either cuek atau nggak
sreg aja. Momen menyenangkan tersebut nggak berlangsung lama, concern Issa
mulai berubah. Dia tampak sering mendengungkan kata revolusi daripada bait film
lagi. Jude bingung, dia yang biasa nerima perintah untuk tetap diam berupaya
jadi pengamat dan memahami apa yang terjadi di keluarga sekaligus tempat tinggalnya.
Keadaan
semakin nggak aman, Jude terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya bersama Mama
pergi ke tempat baru bernama Cincinnati di Amerika nun jauh sana. Mereka berdua
diungsiin ke rumah kerabat dekat Mama, Paman Mazin.
Mazin punya seorang anak bernama Sarah yang sebaya dengan Jude, istrinya
Michelle merupakan warga lokal asli sana. Hidup di lingkungan baru membuat Mama
agak cemas, ia takut Jude lupa identitas tanah kelahirannya kaya Mazin.
Rasa
heran menyergap hati Jude ngeliat perbedaan yang kontras antara Syria dan
Amerika. Kenapa orang Amerika suka memberikan label? Jude hidup di bawah label
baru, imigran pendatang dari Syria. Hal asing yang nggak pernah ditemui
seumur hidupnya, label nggak terbatas cuma ke identitasnya aja, tapi ke semua
hal. Perbedaan juga menyapa saat di ruang kelas, bahasa yang berbeda 180
derajat jadi penghalang. Dulu Jude suka jadi spotlight kelas, sekarang bisa
nggak sih aku blend in aja?
Buku
ini menempatkan jawaban dari pertanyaan yang hadir di benak aku sebagai
pembaca, meskipun objek yang dipakai dalam buku ini imigran ceritanya cukup
mewakili perasaan orang-orang yang terpaksa meninggalkan kampung halaman lalu
tinggal di kawasan baru. Mana yang pantas aku sebut rumah? Tempat sebelumnya
atau sesudahnya? Paman Mazin yang selama ini disangkain Jude berusaha
mengajak lupa sama Syria justru unexpectedly ngajarin bahwa Syria dan
Amerika sama-sama bisa disebut sebagai rumah. No need to choose which one, you belong to both of them.
Mata aku nggak bisa pindah dari baris demi baris kata yang tertulis di buku ini. Kalimatnya simple tapi penuh makna, buat aku yang beginner baca buku berbahasa inggris pake vocab yang nggak njelimet udah nguntungin banget. Pas nemu buku ini kalimat pertamanya langsung klik. There's something interesting inside waiting me. Bukunya seolah bisikin aku kaya gitu.
Other words for home kaya sama arab proverbs juga, salah satu kesukaan aku
She cannot give what she does not have
Sarah sepupu Jude yang tadinya kurang welcome lihat kedatangan Jude perlahan berubah abis ikut acara yang diselenggarain sama Mamanya Jude dan para warga pendatang dari Timur Tengah. Mungkin hati Sarah yang sebelumnya asing dengan kebudayaan dari negara asal papanya perlahan membuka diri dan juga numbuhin rasa bahwa she also belong there.
Kompletasi Jude
soal Amerika bikin haru kebangetan. Jude udah kenyang nerima perintah diem dari
Babanya, pas pindah dia seolah leluasa mengelurakan uneg-uneg kepalanya ke
orang lain apalagi di Amerika sendiri orangnya lebih terbuka sama dialog kan.
Jude proves us that she is indeed obeying Issa's words, Be Brave.
x
No comments: